Kemarin, sahabatku menelpon, berbicara tentang kerinduan kita, memastikan bahwa aku baik-baik saja, hal yang selalu dia lakukan.
Apa yang paling kamu rindukan dari dia?
Dan ya, aku menangis lagi, sesak rasanya, menarik napas, kutatap langit-langit kamarku yang putih, sepintas kututup mataku, dan menghibur diriku kalau dia baik-baik saja di sana.
Aku merindukan namanya, meremin, memanggil namanya sesaat sebelum aku tidur untuk memastikan kalau dia ada di sampingku. Tidak apa-apa apabila dia juga sudah setengah terlelap seprtiku, asalkan dia ada di sampingku.
Aku merindukan suaranya yang bergetar yang dia sertakan apabila menciumku.
Aku merindukan apabila dia menggodaku dan membuatku marah, jengkel, dan berteriak kesal.
Aku merindukan jawaban yang dia berikan saat aku bertanya jika dia tidak berkata apa-apa, “Tentang kita, ya, aku memikirkan tentang kita nanti”
Aku merindukan saat kita tidak melakukan apa-apa selama sehari, melewatkan hari hanya dengan berbaring dan tidak menggubris waktu yang begitu cepat berlalu.
Aku merindukan melihatnya makan dengan lahap dan cepat.
Aku merindukan jika dia mengajariku bahasanya, dan dia tertawa mendengar dialek yang kuucuapkan, dan mengatakan betapa sempurnanya ejaanku.
Aku merindukan saat dia mengucapkan nama anak-anak kita kelak.
Aku merindukan saat dia berjanji bahwa dia tidak bisa menjanjikan apa-apa aku, selain bahwa dia akan memijat kakiku selalu saat aku mengandung kelak, berjalan di pagi atau sore hari, atau memasakkan makanan yang aku suka buatannya.
Aku merindukan saat dia membacakan novel untukku, tentang gadis kecil yang tinggal di padang rumput.
Aku merindukan saat dia marah karena aku yang terlalu mudah menangis untuk hal-hal kecil.
Aku merindukan saat dia menunjukkan apa yang telah dia beli, beberapa pakaian yang warnanya begitu sempurna di mataku, warna yang semakin menyempurnakan senyum di wajahnya.
Aku merindukan saat dia tidak percaya saat aku mengatakan betapa aku menyukai hidungnya yang tinggi, belahan di dagunya, dan tertawa geli melihat jari-jari tangannya yang besar dan gendut.
Aku merindukan binar matanya saat aku bertanya, bagaimana penampilanku hari ini?
Aku merindukan nyanyian yang dia nyanyikan saat aku sulit memejamkan mataku.
Aku merindukan saat aku pura-pura tidur, untuk mendengar hal-hal yang dia pikir aku tidak akan mendengar saat aku tidur.
Aku merindukan saat dia senyum di tengah tidurnya yang damai seperti bayi.
Aku merindukan saat dia mengancam akan menarik hidungku yang katanya kecil.
Aku merindukan saat,
Saat,
Dia berhenti berbicara, berhenti tertawa, untuk berkata “I Love You So Much, you know that?”
Mungkin dia tidak akan membaca ini, aku hanya ingin berbagi dengan waktu, kali ini.